cyberrhetoric.unsia – Bagi kita para Jurnalis dan praktisi Public Relations (PR), hubungan antara kedua profesi ini ibarat dua sisi mata uang yang saling melengkapi. Di era digital yang didominasi oleh kecepatan informasi dan kebutuhan akan kredibilitas, memahami bagaimana PR dan media berinteraksi—terutama melalui lensa EEAT (Experience, Expertise, Authoritativeness, Trustworthiness)—adalah kunci untuk menghasilkan berita yang berkualitas dan komunikasi yang berdampak. Artikel ini akan membedah dinamika ini, memberikan wawasan yang relevan bagi kedua belah pihak.
PR dan Media: Sebuah Hubungan yang Erat, Bukan Selalu Mudah
Secara tradisional, PR berfungsi sebagai jembatan antara sebuah organisasi dan publiknya, dengan media sebagai salah satu saluran utama. Jurnalis membutuhkan sumber berita yang kredibel, informasi yang relevan, dan sudut pandang yang unik untuk mengisi platform mereka. Di sisi lain, praktisi PR membutuhkan media untuk menyampaikan pesan klien mereka kepada audiens yang lebih luas, membangun kesadaran, dan membentuk opini publik.
Namun, hubungan ini tidak selalu mulus. Seringkali ada ketegangan antara agenda PR (yang bertujuan mempromosikan citra positif) dan agenda jurnalisme (yang menekankan objektivitas dan berita yang berimbang, bahkan kritis). Di sinilah prinsip EEAT menjadi sangat relevan, berfungsi sebagai panduan bagi kedua belah pihak untuk berinteraksi secara lebih efektif dan etis.
Mengapa EEAT Menjadi Pondasi Kredibilitas dalam Hubungan PR-Media?
Konsep EEAT, yang diperkenalkan oleh Google untuk menilai kualitas konten online, secara fundamental mencerminkan apa yang dicari oleh jurnalis dari sumber mereka, dan apa yang harus ditawarkan oleh PR kepada media.
- Experience (Pengalaman):
- Bagi PR: Saat menghubungi jurnalis, tunjukkan bahwa klien Anda (atau Anda sendiri) memiliki pengalaman nyata dan insight praktis terkait isu yang disampaikan. Bukan hanya teori, tapi bagaimana mereka mengatasi tantangan di lapangan, atau bagaimana produk/layanan mereka teruji di dunia nyata. Jurnalis akan lebih tertarik pada kisah-kisah yang berakar pada pengalaman langsung.
- Bagi Jurnalis: Carilah narasumber yang tidak hanya berbicara di tataran konsep, tetapi yang punya pengalaman langsung dan rekam jejak dalam isu yang diliput. Pertanyaan Anda bisa mengarah pada case study, pelajaran yang dipetik, atau bagaimana pengalaman mereka membentuk pandangan saat ini.
- Expertise (Keahlian):
- Bagi PR: Posisikan klien Anda sebagai pakar sejati di bidangnya. Ini berarti menyediakan narasumber yang memiliki pemahaman mendalam, data yang valid, dan analisis yang tajam, bukan sekadar juru bicara generik. Tawarkan thought leadership content seperti artikel opini, data riset, atau hasil survei.
- Bagi Jurnalis: Prioritaskan narasumber yang jelas memiliki keahlian dan pengetahuan mendalam tentang topik yang Anda liput. Hindari kutipan dangkal; carilah insight yang memperkaya narasi berita Anda. Pastikan keahlian narasumber terbukti dan relevan dengan fokus laporan Anda.
- Authoritativeness (Otoritas):
- Bagi PR: Bangun dan tonjolkan pengakuan pihak ketiga. Apakah klien Anda memenangkan penghargaan, berkolaborasi dengan lembaga terkemuka, atau dikutip oleh publikasi lain yang bereputasi? Ini adalah bukti otoritas. Sajikan informasi ini kepada jurnalis untuk memperkuat daya tarik berita.
- Bagi Jurnalis: Verifikasi otoritas narasumber atau organisasi. Apakah mereka diakui oleh asosiasi industri, memiliki sertifikasi relevan, atau telah menjadi rujukan dalam laporan lain yang kredibel? Ini membantu Anda menyajikan informasi yang lebih kuat dan tepercaya kepada pembaca.
- Trustworthiness (Kepercayaan):
- Bagi PR: Ini adalah elemen paling krusial. Jadilah sumber yang tepercaya. Berikan informasi yang akurat, jujur, dan transparan. Jika ada krisis, komunikasikan dengan integritas dan akui kesalahan jika perlu. Konsistensi dalam kejujuran membangun reputasi sebagai mitra yang dapat diandalkan oleh media.
- Bagi Jurnalis: Kepercayaan adalah fondasi jurnalisme yang baik. Jalin hubungan dengan praktisi PR yang Anda ketahui dapat dipercaya dan memiliki integritas dalam memberikan informasi. Verifikasi semua fakta, bahkan dari sumber yang tepercaya, namun memiliki sumber yang Trustworthy akan sangat mempercepat proses verifikasi Anda.
Baca Juga:Menguasai Digital Public Relations: Strategi EEAT untuk Para Profesional PR & Media Sosial
Membangun Hubungan Simbiosis yang Produktif
Dengan memahami dan menerapkan EEAT, baik PR maupun jurnalis dapat menciptakan hubungan yang lebih produktif dan saling menguntungkan:
1. Komunikasi PR yang Proaktif dan Bernilai
Praktisi PR harus bergeser dari sekadar “mengirim siaran pers” ke memberikan nilai.
- Tawarkan Narasi yang Siap Digarap: Jangan hanya memberikan fakta, berikan sudut pandang, konteks, dan relevansi. Bantu jurnalis melihat “kisah” di balik informasi, didukung oleh pengalaman dan keahlian klien Anda.
- Personalisasi Pitch: Pahami beat dan gaya menulis setiap jurnalis. Sesuaikan pitch Anda agar relevan dengan fokus liputan mereka, menunjukkan bahwa Anda telah melakukan riset (Experience).
- Sumber Terpercaya di Setiap Waktu: Jadilah titik kontak yang dapat diandalkan untuk informasi yang akurat dan tepat waktu, terutama saat darurat atau krisis. Ini membangun kepercayaan jangka panjang.
2. Jurnalisme yang Verifikatif dan Berbasis Bukti
Jurnalis, di sisi lain, harus terus menjunjung tinggi etika dan standar profesional, bahkan saat berhadapan dengan pitch PR yang menarik.
- Verifikasi Lintas Sumber: Meskipun PR menyediakan informasi, tanggung jawab verifikasi tetap ada pada jurnalis. Gunakan informasi dari PR sebagai titik awal, lalu cari validasi dari sumber lain yang ber otoritas.
- Fokus pada Nilai Berita: Jangan tergiur pada klaim kosong. Prioritaskan kisah yang memiliki nilai berita sejati, didukung oleh keahlian, pengalaman, dan fakta yang dapat dipertanggungjawabkan.
- Transparansi kepada Audiens: Jika informasi berasal dari rilis PR, pertimbangkan untuk mengungkapkannya secara transparan kepada pembaca jika itu relevan dengan pemahaman konteks.
3. Memanfaatkan Era Digital untuk Kolaborasi yang Lebih Dalam
Platform digital menawarkan peluang baru untuk kolaborasi yang lebih kaya.
- Konten Kolaboratif: PR bisa mengusulkan konten kolaboratif seperti infografis berbasis data dari klien untuk media, atau sesi tanya jawab langsung dengan pakar klien di platform media sosial berita. Ini menunjukkan keahlian dan otoritas dari kedua belah pihak.
- Penggunaan Data Bersama: PR dapat menyediakan data dan insight yang relevan, sementara jurnalis menganalisis dan menyajikannya dalam konteks berita yang lebih luas. Ini adalah kekuatan gabungan dari keahlian dan otoritas data.
Baca juga:Membangun Kampanye PR Berdampak: Membedah Strategi EEAT untuk Agensi PR & Pemasaran
Leave a Comment